Tentang 9, 10, dan 11 Juni

Sebelum tahun 2014, tanggal 10 Juni adalah bahan candaan ringan antara aku dan Teteh.

Satu hari di antara ulang tahun kami berdua—aku 9 Juni, Teteh 11 Juni.

Kami sering bercanda, “Tengah-tengahnya buat siapa, ya?”

Tapi Allah, seperti biasa, selalu punya cara yang pelan-pelan bikin kita paham.

Di tahun 2014, tepat 15 menit setelah ulang tahunku berakhir, Papah meninggal dunia.

Dan sejak saat itu, tanggal 10 Juni nggak pernah sama lagi.

 

Aku bukan orang yang merayakan ulang tahun dengan pesta atau tiup lilin. Tapi aku selalu tahu, setiap 9 Juni itu istimewa. Biasanya ada satu hal kecil yang aku siapkan untuk diri sendiri—entah makan sesuatu yang aku suka, atau sekadar duduk lebih lama sambil mengingat hal-hal baik yang pernah terjadi dalam hidupku.

 

Tapi sejak tahun itu, perasaan tentang ulang tahun jadi lebih rumit.

Karena bersamaan dengan bertambahnya usiaku, ada satu kehilangan yang besar.

Dan rasanya, setiap kali tanggal 9 datang, bayang-bayang tanggal 10 ikut menyusul dari belakang.

Bukan untuk menyakiti, tapi untuk mengingatkan.

 

Mengingat Papah.

Mengingat semua nasihat, canda, dan cerita yang pernah Papah sampaikan.

Dan juga mengingat masa-masa terakhir Papah—yang terus terang, kadang masih sulit untuk aku hadapi.

 

Terima kasih, Pah…

Untuk segala ilmu yang Papah wariskan.

Untuk kehadiran Papah dalam hidupku—yang mungkin nggak sempurna, tapi tetap berharga.

Untuk doa-doa Papah yang entah bagaimana, rasanya masih melindungiku sampai hari ini.

 

Dan… maaf.

Maaf karena aku memilih untuk tidak terlalu sering mengingat tahun-tahun terakhir kita bersama.

Bukan karena aku ingin melupakan, tapi karena aku tahu, aku tidak selalu menjadi anak yang baik di masa itu.

Aku sering marah, sering gerutu, sering lelah sendiri.

Aku urus Papah dengan seadanya. Aku rawat Papah dengan terburu-buru.

Padahal sekarang aku tahu, betapa berharganya setiap waktu yang sempat kita miliki.

Pah, izinkan aku menyimpan yang indah-indah saja.

Bukan untuk menyangkal, tapi untuk menjaga.

Aku ingin anak-anakku mengenal Papah lewat cerita-cerita yang baik.

Papah sekarang sudah berada di alam yang berbeda.

Mungkin Papah sudah tidak mengingatku. Tapi aku ingin percaya, setiap doaku sampai ke Papah.

Dan aku sendiri, juga nggak tahu…

berapa banyak lagi tanggal 9 Juni yang masih tersisa untukku.

Tapi setiap kali ia datang, aku ingin belajar jadi lebih baik.

Bukan hanya untuk diriku, tapi juga untuk semua orang yang pernah mencintaiku, termasuk Papah.

 

 

 

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
RECENT POSTS
ADVERTISEMENT
Scroll to Top