Search
Close this search box.

Rambut

Rambut

Karya Annzhu

” Ya sudah kalo kamu memang ga percaya. Mas sudah katakan yang sebenernya. Mas bener-bener ga tau itu rambut siapa.” aku mulai putus asa meyakinkan Risma, istriku, bahwa aku benar-benar tidak tahu rambut siapa yang ia temukan di baju yang kupakai semalam. 

Malam tadi, aku memang pulang larut. Sekitar jam 3 dini hari. Karena aku harus menyelesaikan tugas pengiriman barang. Aku langsung ganti baju. Membersihkan diri dan tertidur. Pagi-pagi Risma langsung mencecarku, aku dimana, dengan siapa, semalam berbuat apa. Dia tidak percaya apapun yang kukatakan karena ia mengira aku berselingkuh dengan bukti sehelai rambut hitam panjang yang jelas bukan miliknya.

Risma masih marah padaku. Tangannya bersedekap di dada. Rambut yang kami ributkan ia letakkan di atas meja rias beralaskan taplak berwarna putih. 

” Mas, udah ngaku aja. Ini jelas bukan rambut aku. Liat nih. Rambutku pendek warnanya masih burgundy, baru aku cat 3 hari yang lalu. Mas selingkuh kan? Iya kan? ” Risma terus mencecarku. Aku menggaruk kepala yang tidak gatal. 

” Mana mungkin mas selingkuh. Mas cintanya cuma sama kamu.”

” Halah gombal.” Risma mendengus. Hufftt… Ingin kucubit bibirnya yang sedang cemberut itu. 

“ Mas ga boong dek. Belah saja dadaku. “ aku mencoba mencairkan suasana. Namun tak berhasil. Risma benar-benar marah padaku. Ia tak menanggapi candaanku. 

“ Ya sudah mas mau mandi dulu. Sama mau makan. Laper. “ aku beranjak dari tempat tidur. Risma tak menjawab. Aku lalu pergi membasuh diri. 

Selesai mandi kulihat Risma sudah menyiapkan sarapan untukku di meja makan. Sementara ia tak tampak dimanapun. Mungkin di kamar, batinku. Ya sudah aku terpaksa makan sendiri. Aku tak begitu menikmati makananku, pikiran dan hatiku masih terbawa suasana suram pertengkaranku dengan Risma. Aku mencoba berpikir kembali,kemungkinan itu rambut siapa ya?

Yang kutemui sepanjang hari kemarin hanya Agus dan Bakti. Aku bekerja sebagai kepala pengiriman sebuah pabrik lemari tak jauh dari kediaman kami. Agus membantuku dalam hal pengecekan apakah barang yang ada di mobil sudah sesuai dengan surat perintah yang aku turunkan. Dan Bakti bagian produksi yang membantuku dengan data barang yang sudah siap jual. Seingatku hanya mereka yang kutemui. Mereka sudah pasti tak berambut panjang. Lalu darimana asal rambut itu ? 

Aku sudah selesai makan. Aku lalu masuk kembali ke kamar. Menemui istri tercintaku. Kulihat ia berbaring miring menatap jendela. Membelakangi pintu masuk kamar. Rambut yang kami permasalahkan masih tergeletak di atas meja rias. 

Kuusap punggungnya lembut. Baru kusadari bahunya berguncang. Risma menangis. Ia terisak pelan. Betapa pedih luka yang kutorehkan tanpa sengaja padanya. 

“ Dek. “ panggilku pelan penuh sayang. Risma membalikkan tubuhnya. Lalu mengusap pelan air matanya. Ia terlihat sangat cantik meski sedang menangis. 

“ Mas, aku minta cerai. “ ucapnya membuatku sangat terkejut. 

“ Apa dek? “ tanyaku takut salah dengar. 

“ Risma tahu mas Indra sangat ingin punya anak. Risma udah sering bilang kalau mas mau nikah lagi, Risma ikhlas. Tapi kalo mas selingkuh kayak gini hati Risma lebih sakit mas. “ ucap Risma membuat amarahku naik. Aku beranjak dari tempat tidur.

“ Mas ga mau kita bicara kalo kamu dalam keadaan emosi gini. “ 

Namun Risma menarik tanganku. Matanya menatapku lembut penuh kasih. Ia mendudukkanku disampingnya kembali. 

“ Justru Risma udah ga emosi mas. Risma udah mikirin baik- baik “

“ Gimana baik-baik kalo ujungnya kamu minta cerai gitu?

“ Mas, Risma udah lama nyiapin hati kalo suatu saat mas akan ambil keputusan ini “

“ Dek, aku paling ga suka ya kalo kamu bawa-bawa soal anak. Mas udah ikhlas dek.  “ suaraku kutahan-tahan agar tidak membentaknya. Aku sangat benci jika Risma mengungkit tentang belum hadirnya buah hati dalam perkawinan kami yang sudah hampir 10 tahun. 

Aku mencintainya. Dulu, sekarang ataupun esok. Ada atau tidak adanya anak sudah bukan menjadi masalah besar bagiku. Meski kutahu Risma terkadang terisak dalam sujudnya memohon pada Sang Pencipta untuk hadirnya kehidupan dalam rahimnya, namun sungguh aku tak pernah berpikir untuk mencari istri lagi atau bahkan menceraikannya. Tidak akan pernah. 

Risma sudah berhenti menangis. Ia menggenggam tanganku erat. Aku tak mau memandang wajahnya. Meski aku ingin sekali memeluknya. Namun hatiku masih marah karena perkataannya barusan. 

“ Mas….” aku memotong perkataannya. 

‘ Mas sayang sama kamu! Mas cinta sama kamu! Ga peduli kita punya anak atau engga, mas udah bahagia sama kamu! “ 

Risma diam tak menjawabku. 

“ Dan kamu juga kok bisa-bisanya mikir mas selingkuh karena kita ga punya anak. “

“ Jadi mas selingkuh karena apa ?’

“ Loh ? “

“ Loh apa ? “

“ Loh mas ga selingkuh dek. “

“ Terus itu rambut siapa ? “ Risma kembali histeris. Aku melongo. Barusan aku yang marah, sekarang gantian Risma yang marah. Aku menghela napas dalam-dalam. Di sebelahku Risma kembali mengomel seperti tadi. 

“ Mas selingkuh sama siapa? Sama siapa? “ Risma mengguncang-guncang lenganku. Aku yang sudah bosan dicurigai terus, mulai membalasnya. 

“ Mas ga selingkuh! Kemarin mas cuma ketemu sama Agus sama Bakti “

“ Kemarinnya lagi ?’

“ Sama! Agus sama Bakti juga! “

“ Kemarinnya lagi?”

“ Sama! Eh engga deng. “ aku ragu. 

‘ Nah kan. “ Risma menunjukku. Aku menurunkan telunjuknya yang sudah hampir masuk lubang hidungku. 

“ Bentar dulu. Mas inget-inget dulu. “ ucapku kesal. Dua hari yang lalu hari Selasa. Hari dimana aku menyerahkan laporan mingguan pada bagian akunting tentang pengiriman. Bagian akunting perempuan semua. Rambutnya panjang semua. Warnanya hitam semua. 

Dan semuanya sempat berdiri didekatku. 

Kalau aku menceritakan ingatanku yang ini Risma akan makin meledak, batinku. Apalagi dia tahu bagian akunting masih perawan semua. Aku harus mengalihkan pembicaraan. 

“ Hari Selasa mas ketemu sama..eh emang hari selasa mas pakai baju yang kemarin ? “

“ Pake. Kan baju mas yang satu lagi robek dan Risma belum jahit. jadi dari hari Selasa mas pakai baju seragam yang sama. “ ucapnya. Masih mendelik padaku. 

“ Pantesan kayak yang gatel pake bajunya. “ aku berdehem. Risma memukul pahaku. Aku meringis kesakitan.

“ Udah jangan ngalihin pembicaraan. Sekarang jelasin aja mas ketemu sama siapa aja dari hari Selasa. Waktu mas pake baju itu, waktu rambut cewek itu nempel ke baju masss!!! “ Risma makin meninggi suaranya. Aku tergagap. 

“ Iya iya dek. Kamu jangan teriak dong. Kaget nih. “

“ Cepetan. Dan awas jangan boong. “ Risma terus mendelik. Aku mengangguk takut matanya keluar. 

“ Hari Selasa, mas ke bagian akunting ngasih laporan mingguan. Ketemu sama Dian, Anggi sama Fani. “

“ Nah rambut mereka hitam semua panjang semua. Udah jelas nih. “

“ Apanya yang jelas?” 

“ Ya mas selingkuh sama salah satu dari mereka. “

“ Jangan langsung ambil kesimpulan cuma karena bukti yang ga jelas itu. Mas ketemu mereka Selasa dan kamu nemunya kemarin. Lagian juga kita cuma ketemu di ruang akunting. Banyak saksinya kalau kamu mau cari tahu. Trus juga mas langsung pulang, ga keluyuran abis pulang kerja. “ aku menjelaskan panjang lebar sampai mulutku hampir berbusa. Risma menghela napas cepat. Suaranya kembali normal.

“ Ya udah. Terus kenapa semalem tba-tiba lembur trus pulang malem? “

“ Nah kalo  ini kan mas udah bilang kemarin di telepon. Ada barang yang tiba-tiba catnya retak. Barang itu harus dikirim hari ini. Jadi mas nungguin tukang selesai benerin trus naikkin ke mobil baru deh pulang sama Agus. “ 

“ Bener? “

“ Bener dek. Sumpah disamber gledek kalo mas boong ma kamu. “ aku mengangkat telunjuk dan jari tengahku membentuk angka dua. 

Risma menghela napas lagi. Berhenti teriak seperti tadi. Sepertinya sudah mulai percaya padaku. 

“ Terus ini punya siapa? ‘ gumamnya lirih. 

“ Udahlah dek, ga usah dipikirin lagi. Paling punya anak akunting yang ga sengaja nempel. Yang penting itu kamu jangan tuduh mas yang macam-macam. Mas ini beneran cuma cinta dan sayang sama kamu. “ aku meraih tangannya, meletakkan di atas dadaku. Berharap ia merasakan debar jantungku yang menyerukan namanya. 

Risma tersenyum. Manis sekali. Dia benar-benar sudah tak marah dan percaya padaku lagi. 

“ Iya mas, Risma percaya. Maafin ya. “ aku mengangguk, mengecup keningnya. Risma lalu beranjak mengambil rambut itu lalu membuangnya ke tong sampah kecil di sudut kamar. 

“ Semalem mas pulang sama Agus? Berarti motor mas di pabrik dong. ” ucapnya sambil merapikan baju di lemari. Aku mengangguk. 

“ Iya daripada masing-masing. Nanti dia jemput kerja mas siangan. ‘ aku menyisir rambut didepan cermin meja rias. 

‘ Lewat mana semalem? “

“ Lewat jalan biasa. “

“ Lewat pertigaan depan rumah pak Danu? “

“ Iya. “

“ Yang ada pohon beringinnya itu? “

“ Iya. “

“ Kenapa ga lewat jalan besar aja? ‘

‘ Kan Agus yang bawa motornya. Dia belok kesitu eh terus dia turun buru-buru. Ternyata mau pipis. Ya udah mas nunggu aja di bawah pohon. ‘ 

“ Apa mas? “

“ Ya Agus pipis trus mas nunggu di…..” aku tersadar mengapa Risma meminta aku mengulangi ceritaku. Aku memutar kepalaku. Mataku bertemu dengan matanya. Kami berpandangan selama beberapa detik. Lalu bersama-sama menatap tong sampah kecil di sudut kamar. 

“ Dek…”

“ Ya, mas? “

“ Semalem malam apa dek? 

“ Malem Jumat mas. “

 

 

 

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
RECENT POSTS
ADVERTISEMENT
Scroll to Top