Tanda Tanya
Karya Annzhu
Audi masih memandang bunga mawar yang ada di taman kantor. Ia duduk di sebuah bangku mungil berbentuk potongan batang pohon di sudut taman. Mawar merah itu menarik perhatian Audi sepenuhnya. Mawar itu mengingatkan Audi pada peristiwa setahun yang lalu. Saat seorang kurir mengantarkan sebuah buket super besar dengan mawar merah terangkai indah didalamnya. Semua mata wanita rekan kerjanya menatap Audi iri.
” Dari sayang ya. ” ucap Ina pura-pura sinis. Audi tersenyum senang. Dan mengangguk.
” Riko romantis banget ya. ” ucap Yuli sambil mencium mawar merah itu. Berhari-hari Audi bekerja penuh semangat karena mawar itu ia letakkan di sebelah meja kerjanya. Membawa kebahagiaan tersendiri untuknya.
Itu dulu. Kini Audi menatap mawar merah di depannya dengan penuh marah. Perih dan nyeri yang sulit untuk dijelaskan. Hanya dia sendiri yang tahu. Ia menengadah, mencoba mencegah buliran air mata yang mendesak ingin keluar. Meski sudah setahun namun Audi tak pernah bisa melupakannya.
Ponsel di sakunya berdering. Audi mengabaikannya. Lalu melangkah menuju ke kantor lagi meski sebenarnya ia sudah kehilangan semangat bekerja sejak setahun lalu.
Audi menarik kursi kerjanya. Mulai mengerjakan laporan bulanan yang diminta pak Hendi tadi pagi. Ia harus menyelesaikannya hari ini jika tidak ingin mendapat teguran lagi. Bayangan Riko sekuat tenaga ia tepis agar bisa berkonsentrasi penuh.
“ Di. “ panggil Hana dari meja sebelah.
“ Hmm…” jawab Audi malas sambil masih mengetik di komputernya.
“ Kata pak Hendi siang ini kita ditraktir sama kepala supervisor. Pendapatan bulan lalu jauh melampaui target soalnya. “ ujar Hana semangat.
“ Oh ya? Bagus dong. “ sahut Audi pendek.
“ Tahu ga makanannya apa? “
“ Paling ayam bakar atau ayam geprek. “ Audi masih malas menanggapi.
“ Engga dong. Itu sih kalo kita dapetnya cuma 1M. Ini kan 3M. “ ucap Hana masih sok tebak-tebakkan, padahal Audi sudah kentara sekali menunjukkan kalau dia malas membahas itu.
Hana melanjutkan bicaranya setelah beberapa saat Audi diam. SIbuk mengetik.
“ Makanannya sushiiii. Keren kan? Prasmanan lagi. “ Hana girang sekali sampai tak memperhatikan kalau tangan Audi membeku di udara di atas keyboard komputernya. Matanya mengerjap.
“ Sushi? “ ulang Audi lirih. Hana mengiyakan dari mejanya, masih tidak menatap Audi. Tidak menyadari bahwa Audi sedang menahan tangis seperti saat dia sendirian di taman tadi. Audi mengambil minum di sebelah kirinya. Meminum seteguk lalu meletakkannya lagi dengan kasar.
“ Gue ga ikutan. “ timpal Audi parau. Kembali mengetik. Hana heran lalu menolehkan wajahnya menatap Audi yang memandang layar, namun dengan pikiran yang bahkan tak ada disana.
Pikiran Audi melayang ke setahun yang lalu, setelah paginya Audi menerima buket mawar merah super besar dari Riko, ia mengajak Audi makan di sebuah restoran Jepang yang khusus menyediakan sushi dengan cara makan all you can eat.
Audi terpengarah, tak kuasa menahan kegembiraannya. Riko menggandeng tangannya lembut dan mengajaknya duduk di sebuah sudut restoran yang dekat dengan kolam air mancur.
Pemandangan luar biasa indah yang biasa Audi lihat di film-film romantis tampak nyata hadir dalam pandangannya malam itu. Audi tak bisa berhenti tersenyum. Kolam air mancur cantik, dengan bunyi gemericik yang menenangkan batin, taman kecil nan asri dengan beragam bunga warna warni yang mengelilingi kolam benar-benar mempesona Audi. Dengan siraman cahaya temaram dari lampu taman yang berdiri di beberapa sudut membuat suasana makin terasa romantis. Riko membiarkan Audi menikmati hal itu sampai beberapa menit.
“ Suka banget ya? “ ucap Riko setelah hampir sepuluh menit Audi tak menatapnya. Audi yang tersentak tak bisa mengelak bahwa ia sejenak lupa akan kehadiran Riko di kursi depannya. Ia tersenyum lebar dan mengangguk.
” Suka banget. Belum pernah diajak ke restoran yang cantik gini. ” ujarnya jujur. Riko masih tersenyum.
” Kalo makan sushi udah pernah? ” tanya Riko lembut. Audi menggeleng malu. Riko meraih tangan Audi yang sedari tadi di atas meja. Mengenggamnya, pipi Audi merona.
“Jadi aku cowok pertama yang ajak kamu ke restoran cantik dan orang pertama yang makan sushi bareng kamu. Wah, kehormatan banget buat aku. ” kata-kata Riko makin membuat pipi Audi memerah. Ia tak bisa menyahut, hanya bisa tersenyum.
” Aku amblin ya, yang paling enak. Kamu tunggu disini aja. ” ujar Riko sambil mengedipkan mata. Audi tersipu. Dan mengangguk kecil.
Mereka berdua menikmati makan malam yang luar biasa menyenangkan. Audi suka semua menu yang diambilkan Riko. Pria itu tahu benar bagaimana selera Audi. Dan setelah 2 porsi puding karamel sebagai penutup Audi akhirnya memutuskan sudah saatnya berhenti sebelum perutnya meledak.
” Enak banget deh. Makasih loh mas. Aku jadi suka sushi sekarang. ” Audi tersenyum manis. Riko membalas senyumannya.
” Nanti aku pasti sering ajak kamu kesini kalo gitu. ”
Tapi, itu tak pernah terjadi. Itu adalah kali pertama dan terakhir Audi makan sushi. Setelahnya, Audi benar-benar tak sudi lagi memakan atau bahkan menatap sushi. Tidak, setelah Riko….
” Hey, Di. Lu dengerin gue ga? ” suara Hana di kejauhan mengembalikan pikiran Audi sepenuhnya ke masa kini. Ia melamun beberapa saat, mengingat kenangan indah nan perih yang sudah berusaha ia kubur dalam-dalam di sudut otak belakangnya. Namun gagal total setelah Hana mengungkit sushi.
” Apa? ” jawab Audi pelan. Mencoba kembali berkonsentrasi lagi pada pekerjaannya.
” Lu ga bisa bilang kalo lu ga akan ikut makan siang ini Di. ”
” Bisa. Gue ga suka sushi. Udah itu aja. Gue mau makan yang lain. ” Audi beralasan.
” Ini bukan masalah sushinya. Tapi bos besar bakal dateng. Lu ga bisa nolak. Tahu sendiri dia lagi sensi ma lu. Tar dia pake alesan absennya lu buat ngasih SP. ” jawab Hana panjang lebar. Audi membelalak.
” Mana ada hubungannya makan siang ma SP? ” Audi hampir berteriak.
” Ada. Pokoknya kalau urusan sama dia semuanya ada hubungannya sama SP. ” jawab Hana. Lalu ia kembali ke pekerjaannya. Tak lagi bersuara.
Audi menghela napas. Dia memang sedang dalam performa jelek setahun ini, dan itu menjadikan ia sebagai karyawan tersering yang dipanggil ke ruangan bos besar. Pria paling cerewet yang pernah Audi kenal. Masih lajang sih, jadi masih punya banyak waktu buat gerecokin orang, gerutu Audi dalam hati. Mau tak mau ia harus hadir. Mengingat ia sedang dalam masa mencari muka sama bos besar agar tidak dipecat.
Setelah kata sambutan dari kepala supervisor dan bos besar yang membosankan dan membuat mereka semua berdiri paling tidak setengah jam, akhirnya mereka makan siang. Audi memilih mengambil salad saja. Ia tak mau lagi menyentuh sushi. Lalu mencari tempat duduk yang agak jauh dari kerumunan teman kerjanya.
” Ah, disana kosong. ” ucap Audi sambil menatap ujung anak tangga yang ada di samping jendela besar aula kantor. Audi segera duduk dan melahap saladnya. Memang tidak mengenyangkan, tapi paling tidak perutnya tidak terlalu kosong. Audi hampir selesai menghabiskan makanannya saat sebuah suara muncul di sampingnya.
” Makan salad aja nih? ”
Kevin. Si bos besar cerewet sedang berdiri di depan Audi. Audi menatapnya. Tersenyum sebal.
” Iya pak. ” jawab Audi dengan kesopanan yang dipaksakan.
” Kenapa ga makan sushinya? ” nada suara yang terdengar menyebalkan bagi Audi.
” Maaf pak. Saya ga suka. ” jawab Audi dengan suara sesopan yang dia bisa. Matanya kembali menatap salad di piringnya. Kevin mengernyit.
” Loh kamu kan suka sushi? Tahun lalu saya liat kamu makan banyak banget di resto Jepang terkenal itu. Sama si Riko. Saya justru nyaranin ke Hendi biar pesen sushi karena tahu kamu suka banget. Kenapa sekarang tiba-tiba ga suka. Aneh. ” ucap Kevin dengan nada kesal. Kepala Audi berputar cepat sekali dari piring salad di tangan ke wajah Kevin. Kevin yang menyadari Audi memandangnya dengan tatapan marah, tampangnya berubah takut.
” Bapak kenal Riko? ” tanya Audi, suaranya sedikit tercekat.
” Oh iya. ” jawab Kevin, namun saat ekspresi Audi perlahan berubah dari marah menjadi senang, Kevin bingung.
” Dia temen kuliah saya. ” Kevin melanjutkan. Audi membenamkan wajahnya di tangan. Membalikkan badan mendekati jendela dan mencoba tak terlalu terlihat bahagia di depan Kevin yang dibencinya.
” Bapak tahu sekarang Riko dimana? ” tanya Audi manis setelah berhasil mengontrol suara dan ekspresinya. Kevin yang mulai mengetahui maksud Audi kembali bersuara menyebalkan.
” Ya tahu. Tapi buat apa ngasih tahu kamu. Kalo kamu ga tahu, berarti dia ga mau kamu tahu. ” tukasnya singkat. Audi mencerna kata-kata itu selama beberapa saat. Dan tanpa diduga, ia meledak.
” Oh gitu ya? Jadi dia ga mau saya tahu dia dimana? Baik. Kalo gitu bapak sampaikan ya pesan saya buat dia. ” ucap Audi dengan nada penuh amarah. Kevin menatapnya kaget. Tak menyangka Audi akan membalas ucapannya dengan penuh dendam.
” Bilang sama Riko, kalo emang dia ga cinta sama saya, ga serius sama saya, jangan beri saya harapan!!! Saya benci harus nangis tiap liat mawar, tiap liat sushi tiap liat film romantis, saya benci!!! Kenapa dia harus ngasih saya cinta yang begitu indah kalo pada akhirnya dia ninggalin saya tanpa kata-kata, kenapa??!! ” ledakan suara Audi membuat Kevin membeku. Beberapa orang di sekitar mereka mulai menonton sambil berbisik-bisik. Audi tak peduli. Ia bertekad akan terus berteriak. Meluapkan semua kekesalan dan kesedihannya selama setahun ini kepada Kevin.
” Bilang ke dia. Mungkin dia lupa. Saya ini manusia. Yang punya hati. Kalo emang saya ngelakuin hal yang ngecewain dia, kenapa dia ga bilang langsung ke saya? Kenapa? Kenapa? Kenapa dia ninggalin saya? Dan kenapa saya ga bisa lupain dia? Kenapa? Huhuhu. ” Audi mulai menangis keras sekali. Tumpahan emosinya barusan memaksa ia menyerah pada air mata. Pertanyaan yang ia pendam selama ini tanpa ia tahu harus kemana ia mencari jawaban ia luapkan pada Kevin. Pertanyaan yang tak tahu siapa yang akan bisa menjawabnya.
Kevin menatap Audi yang terduduk di depannya dengan wajah tersembunyi di kedua lututnya. Menangis tanpa henti dengan bahu berguncang hebat. Kevin memandang sekeliling. Tampak penonton menikmati adegan ini. Kevin memberi isyarat pada pak Hendi untuk membubarkan mereka dan mengosongkan aula. Meski dengan berat hati mereka akhirnya bubar. Meninggalkan Kevin dan Audi berdua saja. Kevin mengambil kursi terdekat dan duduk. Menunggu Audi menyelesaikan tangisnya.
Saat akhirnya Audi memutuskan untuk menampakkan wajahnya, Kevin bisa langsung tahu betapa dalam pedih yang dipendam, dari mata Audi yang sembab.
Menyadari dia hanya berdua dengan Kevin di aula, Audi buru-buru mengelap air mata dan ingus dengan ujung lengan blusnya. Meski masih terisak ia berusaha berdiri dan meminta maaf. Bersiap dengan teguran Kevin dan kemungkinan besar SP nya.
” Mm..ma-af pak. Saya ga sadar tadi. ” ucap Audi terbata. Kevin mengangguk kecil.
” Jadi maksud kamu, Riko pergi gitu aja? ” tanya Kevin penasaran. Audi mengangguk. Kevin menatapnya simpati.
” Saya emang kenal dia. Tapi…” Kevin membiarkan kalimatnya menggantung. Audi yang sebenarnya penasaran tak berani menanyakan kelanjutannya. Ia sudah malu setengah mati karena teriakan dan tangisan tadi. Ia memilih bercerita tentang hatinya dengan suara normal dan tanpa air mata.
” Saya sama dia pacaran setahun pak. Dan ga pernah sekalipun kami berantem. Dan pada malam bapak ngeliat kami, itu juga malam terakhir saya ngeliat dia. Setelahnya saya bener-bener keilangan dia. Ga bisa ngehubungin dia, ga tau dia dimana. Dan ga tau kenapa dia ninggalin saya. ” Audi mengakhiri ucapannya dengan nada sendu. Diiringi air matanya yang jatuh satu tetes. Kevin kembali menatapnya.
” Sebenernya saya juga ga tau dia dimana. Saya minta maaf karena tadi bilang gitu ke kamu. ” ucap Kevin pelan membuat Audi kaget. Dan Audi menanggapinya hanya dengan anggukan.
” Yang saya tahu, Riko ga pernah berhubungan sama cewek lebih dari sebulan. Kalian bisa sampai setahun, berarti kamu istimewa Audi. Dan saya sungguh penasaran seberapa istimewanya kamu. Kalau boleh…” Kevin berhenti di tengah ucapannya. Meraih lengan Audi. Audi yang kaget Kevin memegang tangannya tak berkata apa-apa selain membiarkan Kevin melakukan apa yang dia mau, bahkan saat wajah Kevin mendekati wajahnya.
” ….saya mau dampingi kamu ngelupain Riko dan mulai ngisi hari-hari kamu dengan kenangan yang lebih indah daripada waktu kamu masih sama dia. ”
Wajah mereka sudah benar-benar dekat sekarang. Kevin bahkan bisa melihat butiran air mata di setiap bulu mata Audi yang perlahan menutup.